Buatlah catatan yang lengkap mengenai jalannya persidangan khususnya yang menyangkut fakta-fakta kunci. Fakta-fakta itu bisa berupa identitas terdakwa, serta korbannya, dakwaan dan tuntutan jaksa, keterangan para saksi, otopsi dokter, keterangan polisi di BAP, pembelaan terdakwa, replik atau vonis dan jenis hukuman yang dijatuhkan oleh hakim.
Selama meliput persidangan usahakan konsentrasi tetap dijaga, sehingga Anda tidak lupa membuat catatan dan rincian penting.
Catatlah segala sesuatu yang bisa dijadikan kutipan yang bagus untuk berita yang akan dibuat. Kutipan itu bisa dijadikan teras berita, menghidupkan suasana, atau memperkuat bukti kejahatan.
Buatlah catatan jika dalam persidangan ada komentar-komentar jaksa, pengacara, terdakwa, saksi atau hakim yang menarik. Mungkin ini akan menjadi berita.
Cek kembali setiap fakta yang muncul di pengadilan kepada panitera, jaksa, pengacara, atau mungkin polisi jika fakta itu dirasakan kurang meyakinkan.
Hindari penggunaan jargon-jargon hukum yang berulang-ulang. Penggunaan istilah-istilah teknis seperti “terdakwa”, “jaksa penuntut umum”, “dakwaan”, “tuntutan”, “replik”, atau “ekspesi”, yang muncul berulang-ulang, akan membingungkan pembaca dan memperlambat pemahaman pembaca terhadap berita yang dibuat. Begitu juga penggunaan istilah medis dalam hasil otopsi dokter atau penggunaan istilah yang berasal dari bahasa asing semisal “in absentia”.
Susunlah kembali catatan Anda segera setelah meliput di pengadilan, atau buatlah segera transkrip rekaman (Audio / Video) sebelum Anda lupa. Seringkali catatan itu banyak “bolongnya”, atau banyak catatan yang salah dan tak jelas.
Buatlah berita secepat mungkin karena berita Anda mungkin sedang ditunggu-tunggu pembaca/pendengar/pemirsa. Namun akurasi fakta dan kesalahan penulisan tetap harus diperhatikan.
Tetaplah memonitor persidangan jika kasus yang beritanya Anda tulis belum berakhir. Ajukan pertanyaan, “apa yang akan terjadi kemudian?” di akhir setiap berita yang Anda tulis. Jangan lupa, setiap berita yang Anda buat memiliki masa depan. Seorang terdakwa yang terlanjur dicap “monster” oleh masyarakat dan media karena melakukan pemerkosan biadab mungkin saja kemudian dibebaskan oleh pengadilan. Apa saja bisa terjadi, dan terus lanjutkan kisah-kisah itu dalam berita selanjutnya. Anda memang tak bisa membuka kasus itu untuk disidangkan ulang. Anda tidak boleh mencemarkan nama baik orang yang telah dibebaskan pengadilan. Tapi, Anda masih dapat menceritakan bagaimana penderitaan perempuan korban pemerkosaan ketika pemerkosanya berkeliaran bebas diluar penjara. Katakanlah pada diri Anda, dan pastikan bahwa “urusan” ini belum selesai.
Setiap reporter Media Penerbitan/Penyiaran harus menyimlan baik-baik rekaman atau catatan yang telah dibuat. Siapa tahu dibutuhkan kembali dikemudian hari. Utamanya catatan dan rekaman persidangan yang masih akan dilanjutkan dengan persidangan banding. Catatan dan rekaman ini juga diperlukan sebagai benteng Anda menghadapi tuntutan pencemaran nama baik objek pemberitaan. Sesuatu yang sering terjadi: setelah diberitakan, muncul berbagai keluhan pembaca/pendengar/pemirsa atau persoalan hukum lainnya.
Perhatikan keseimbangan berita yang dibuat. Persoalan keberimbangan ini kerap muncul jika meliput persidangan yang bertele-tele dan memakan waktu lama. Dengan demikian, kesan pembaca terhadap kejahatan terdakwa tidak kurang atau bertambah. Reporter Media Penerbitan/Penyiaran jangan terfokus pada pandangan yang selalu negatif terhadap terdakwa atau selalu berpandangan positif terhadap jaksa.
Susunan dan Kekuasan Pengadilan di Indonesia.
Susunan pengadilan :
– Sipil
- a. Umum
- Pengadilan Negeri
- Pengadilan Tinggi
- Pengadilan Agung
- b. Khusus
- Pengadilan Agama
- Pengadilan Adat
- Pengadilan Tata Usaha Negara
- Pengadilan Niaga
– Militer
- Pengadilan Militer
- Pengadilan Militer Tinggi
- Pengadilan Militer Agung
Daftar perundang-undangan yang berkaitan dengan liputan pengadilan:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH-Pidana)
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata)
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHA-Pidana)
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHA-Perdata)
- UU RI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
- UU RI No. 2 Tahun 1986 tentang Pengadilan Umum
- UU RI No. 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negera
- UU RI No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
- UU RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
- UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
- UU RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
- UU RI No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
- UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
- UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
- UU RI No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara RI
- UU RI No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
- UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
- UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Catatan:
(Mohon periksa lagi, jika ada kemungkinan UU ini telah berubah atau direvisi atau diamandemen oleh MK)
Mei 30th, 2018 at 12:38 PM
Thanks infonya, waa sangat membantu sekali buat saya yang sedang mencoba menekuni dunia jurnalis